Saat ini banyak orang mengaku merasakan gejala Covid-19 seperti batuk, pilek dan demam.
Ringannya gejala tersebut karena tingginya cakupan vaksinasi di Indonesia yang menaikkan kadar antibodi dalam tubuh dan memperkuat imun dalam menghadapi mutasi Covid-19.
Tapi, sayangnya, ringannya gejala itu justru menyebabkan orang sering abai atau tak menyadari dirinya telah terinfeksi.
Keabaian tersebut kemudian memicu turunnya jumlah orang yang melakukan pemeriksaan kesehatan Covid-19 seperti pemeriksaan tes antigen ataupun PCR.
Kemudian muncul pertanyaan apakah benar jumlah kasus harian saat ini benar-benar mencerminkan jumlah pasien Covid-19 yang ada atau sebenarnya jauh lebih banyak.
Ketua Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prasenohadi, mengangkat situasi tersebut dalam temu wicara “Perkembangan Gejala pada Subvarian BA.5” pada Jumat 26 Agustus 2022.
Dia mendorong pemerintah untuk menggencarkan kembali tes atau pemeriksaan sampel pasien (testing) untuk mengimbangi perkembangan mutasi virus corona Covid-19 yang dinilainya masih berbahaya.
Menurut dokter spesialis paru itu, mutasi Covid-19 akan terus terjadi dengan berbagai perkembangan yang masih belum sepenuhnya dapat diprediksi.
Testing juga penting agar jumlah orang yang terinfeksi dapat diketahui secara pasti, untuk melindungi setiap individu yang hidup dan tinggal di Indonesia.
“Keabaian meningkat sejak adanya pelonggaran kebijakan yang memperbolehkan orang bepergian dengan bebas setelah mendapatkan suntikan vaksin booster,” kata Prasenohadi.
Kalaupun melakukan tes, kata dia, orang akan melakukannya saat mulai merasakan sesak napas atau gejala sedang hingga berat lainnya.
Padahal, ditambahkannya, pemeriksaan kesehatan dapat membedakan penyakit yang diderita seseorang, sehingga bisa segera mendapatkan tindakan yang tepat.
“Pada dasarnya pemeriksaan minimal antigen, syukur-syukur bisa PCR,” katanya yang menekankan pentingnya mengetahui apakah pasien benar influenza biasa atau memang Covid-19 apapun variannya.
“Jadi sekali lagi, sepertinya pemeriksaan ini menjadi hal yang wajib dan penting,” kata Prasenohadi .
Temu wicara juga menghadirkan Guru Besar Departemen Patologi Klinik Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta, Tonny Loho.
Dia meminta, dengan adanya subvarian Omicron BA.5 yang diketahui mampu menular lebih cepat lagi, seluruh pihak untuk meningkatkan kewaspadaan melalui pengetatan protokol kesehatan, baik pada diri sendiri maupun lingkungan.
Tonny menyarankan agar jangan melakukan aktivitas sosial tanpa mengenakan masker.
Selain itu, usahakan untuk selalu menjaga jarak minimal satu meter antar-sesama dan rajin mencuci tangan agar virus yang menempel pada suatu permukaan benda atau tangan, tidak menyebar ke area tubuh lain.
Tonny kembali mengingatkan agar mengurangi mobilitas yang tidak terlalu diperlukan, karena manusia menjadi inang virus corona Covid-19, serta menghindari kerumunan.
Sedangkan untuk lingkungan sekitar, usahakan setiap ruangan diberikan ventilasi agar sirkulasi udara berjalan dengan baik.
Ventilasi juga dapat membantu menukar udara, sehingga virus terbawa ke luar ruangan.